Rabu, 13 Agustus 2008


Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, diproklamirkan oleh Soekarno – Hatta, pada 17 Agustus 1945, setiap tahun diperingati oleh segenap rakyat dan bangsa Indonesia. Pada peringatan HUT ke-63 Republik Indonesia tahun ini, berbagai kegiatan sudah mulai membahana di seluruh pelosok tanah air.

Berbagai umbul-umbul berwarna warni dan bendera merah putih berbagai ukuran, sudah mulai banyak dijual oleh para pedagang musiman. Pembuatan gapura di setiap kampung/gang dan RT/RW juga sudah mulai dipersiapkan warga, guna menyambut dan memeriahkan perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia tercinta.

Sebentar lagi kita akan memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-63, ibarat umur manusia harusnya kita bangsa Indonesia sudah dewasa dan mapan dalam segala hal. Tapi kenyataannya tidaklah demikian, Indonesia yang kita cintai ini malah semakin bobrok dan terpuruk, korupsi dimana-mana, kejahatan semakin menggila, etika dan moral sudah tidak ada harganya lagi. Akan kemanakah Negeri Indonesia kita yang tercinta ini.
Mulai dari pemerintahan jaman Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, dan sampai sekarang ini, pemerintahan kita selalu saja gagal dalam membangun Indonesia, selalu ada korupsi, kalusi dan nepotisme (KKN), trus akankah kita bangsa Indonesia seperti ini? (semoga tidak). Mungkin ini semua disebabkan oleh diri kita sendiri, mental kita (mental bangsa Indonesia) yang memang mental orang jajahan, mental korupsi, mental pemalas. Bandingkan dengan Malaysia yang baru merdeka pada tahun 1973 (kalo gak salah), mereka bisa maju dengan pesat, tapi kita masih merangkak terus.
Pada momen peringatan Hari Kemerdekaan ini, marilah kita merenung dan berfikir, apakah diri kita emang bermental seperti diatas, dan mari kita rubah Bangsa Indonesia ini menjadi Bangsa yang Besar dan Maju, dengan merubah diri kita menjadi manusia Indonesia yang bermental Pancasila, Berakhlak yang luhur, sehingga kita bisa berharap semoga generasi dibawah kita mengikuti jejak kita, Amin.
Majulah Indonesiaku…..!!!


Read More......

Senin, 21 Juli 2008

Marah Kayu dan Paku


Dahulu ada seorang anak yang suka marah-marah dalam arti kata tak
pandai
mengendalikan emosi. Pokoknya MARAH itulah kamus sehari harinya,
padahal
orangtuanya adalah orang yg bijaksana & penyabar. Suatu hari oleh
Bapaknya yang sangat bijak itu, anaknya tadi dinasehati dan
disarankan kepada anaknya setiap kali marah,agar memakukan sebuah
paku di pagar halaman rumahnya.

Dalam sehari banyak sekali paku nempel di pagar rumahnya. Hingga
dalam sebulan sudah banyak sekali paku paku tersebut nempel di situ.
Anaknya menanyakan kepada ayahnya. Pak ...saya sudah mengerjakannya
dengan baik.
Ayahnya kembali berkata " wahai anakku, mulai saat ini. Jika kamu
bisa menahan amarah mu maka cabutlah satu paku di pagar tersebut".

Hari berganti hari, ternyata anak itu merasa lebih gampang menahan
amarahnya daripada mencabut paku dipagar rumahnya. Lama lama paku
tersebut mulai berkurang ...dan berkurang terus sampai paku tersebut
hilang sama sekali. Dan anak itupun bertanya
lagi . "Pak ternyata saya sudah bisa menahan amarah saya ".
Sang bapak pun berkata " Wahai anakku memang kamu sudah bisa
menahan amarahmu, tapi lihat lah kayu kayu itu berlubang akibat paku
tersebut. demikian juga manusia yang pernah tersinggung dan terluka
disaat menerima amarahmu, takkan hilang begitu saja..kan.
Nah mulai saat ini berhati hatilah bicara...anakku...

Kisah ini bisa anda terapkan dalam Hidup ANDA paling tidak sedikit
membantu anda dalam mengendalikan emosi Jika anda merasakan
hikmahnya beritahukan kepada
yang lain. Beritahukan pada yang lain itulah inti sebuah ajaran.
kalo sekiranya selama ini saya pernah marah kepada anda ....mohon
dimanfaatkan....karena saya juga sedang belajar bagaimana menahan
emosi dan membuang jauh rasa marah.
Read More......

Kitab Delapan Mata Angin


Ada seorang murid yang sudah bertahun-tahun belajar ilmu kebijakan dari seorang guru di sebuah pulau terpencil. Kini ia merasa telah cukup ilmu dan berniat untuk mengabdikan dirinya pada masyarakat di seberang pulau. Singkat kata, ia pamit pada sang guru dan meninggalkan pulau terpencil tersebut.


Beberapa lama kemudian ia mendirikan sebuah perguruan dan memiliki banyak murid pula. Teringat ia pada sang guru, ia ingin menunjukkan hasil pengabdiannya selama ini. Ia lalu menulis sebuah kitab yang berisi ajaran-ajaran kebijakan. Kitab itu diberi judul "Kitab Delapan Mata Angin" karena bila orang mengamalkan isi kitab itu maka ia akan tetap tegar dalam kebenaran meski didera angin badai dari delapan penjuru mata angin. Ia mengutus seorang muridnya untuk mengantarkan kitab itu pada gurunya di seberang pulau.

Sang guru menerima kiriman "Kitab Delapan Mata Angin" dengan suka cita. Namun, setelah membaca isinya, tanpa terduga-duga beliau mencorat-coret sampul kitab itu dengan tulisan "Kamu tak lebih dari angin kentut belaka". Sang guru mengembalikan kitab itu.

Betapa terkejutnya si murid ketika menerima dan membaca tulisan sang guru. Mukanya merah padam. Ia memutuskan untuk menemui gurunya dan meminta penjelasan apa maksud tulisan itu. Bergegas ia melepas tali perahu dan mendayung sendiri menemui gurunya.

Sesampai di sana, ia langsung bertanya pada gurunya, "Apa maksud guru menulis kata-kata kotor seperti ini?"

Jawab sang guru dengan kalem, "Lho... katanya kamu mampu bertahan dari gempuran angin badai yang datang dari delapan penjuru mata angin. tapi, mengapa, hanya dengan tiupan angin kentut saja, sudah membuatmu terpental dari seberang sana ke pulau terpencil ini, heh..?

Mendengar jawaban gurunya, ia langsung menyesali kesalahannya.

Editor: Smiley...! Setinggi apa pun kebijakan yang terucap di bibir atau tertulis di buku tak lebih berarti daripada yang terpatri dalam hati.
Read More......

Garam dan Telaga


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi,
datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.
Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti
orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua
yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil
segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air.
Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, mi
num ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.

"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk
berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua
orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi
telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga
itu.
Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta
riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga
ini,
dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi,
"Bagaimana rasanya?".

"Segar.", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu
mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak
muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak
lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang
akan tetap sama.

"Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah
yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita
meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi,
saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu
hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah wadah
itu.
Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung
segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah
laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya
menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan
Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk
anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Read More......

Anak Anjing



Sepasang suami-istri sedang berpikir-pikir mencari jalan untuk membuang lima anak anjing yang sangat menarik yang baru saja mereka peroleh. Mereka berkeliling kota berusaha untuk menghadiahkan anak-anak anjing itu, akan tetapi tidak ada orang yang mau menerimanya.


Lalu mereka membuat pengumuman melalui radio setempat bahwa mereka mempunyai anak-anak anjing yang menarik yang hendak dibuang. Tidak ada seorang pun yang tertarik.

Akhirnya seorang tetangga memberi nasihat kepadanya untuk memasang iklan. Mereka kembali ke pemancar radio dan mengumumkan bahwa akan menjual anak-anak anjing itu dengan harga dua puluh lima dollar seekor. Belum satu hari, semua anak anjing itu sudah terjual!

Editor: Smiley...! Yah, itulah bila segala sesuatunya dihargai dengan uang. Kebaikan yang tak ternilai pun tak ada yang mau menerimanya. Namun, keburukan dengan sedikit uang banyak yang mencari.
Read More......

Minggu, 20 Juli 2008

Kejujuran


"Kalau kamu mau bekerja di sini, anak muda," kata Kepala Personalia, "Kamu harus selalu menjaga kebersihan di perusahaan ini. Apakah tadi kamu membersihkan sepatumu dikeset sebelum memasuki kantor ini?"

Sang pemuda, "Oh, sudah, pak."

"Dan satu lagi, kami juga sangat menghargai kejujuran. Di pintu depan kantor ini, harap kau ketahui anak muda, tidak pernah ada keset kaki!" Read More......

Anugrah Indah


Ada sebuah telaga indah. Airnya sejuk, jernih dan tenang. Permukaannya berkilauan, bukan hanya karena memantulkan sinar rembulan, namun batu-batu pualam yang ada di dasarnya juga memancarkan cahaya. Kedamaian selalu meliputinya. Sayangnya, telaga itu tak mudah di jangkau. Ia terletak di tengah hutan lebat yang dipagari oleh semak berduri. Pepohonan tinggi dan binatang buas menghadang setiap langkah ke sana. Siapa pun yang mampu
menemui dan mereguk keindahannya, raja rimba pun tunduk dan patuh padanya.

Telaga itu adalah hati nurani anda, yang senantiasa menyerukan ketentraman batin. Kesejukan regukan airnya memberi makna pada hidup anda. Sedangkan rimba lebat penuh onak dan binatang buas adalah wujud dari pikiran, emosi, hawa nafsu dan persepsi indrawi yang selalu menghalangi jalan anda. Tanpa disadari ia pun dapat melukai diri anda. Namun, bila anda telah menemukan
suara hati nurani itu, maka kekuatan dan kedamaian melingkupi anda. Temukan
telaga jernih milik anda. Itulah anugrah paling berharga yang harus anda
pegang teguh dalam hidup ini.

Pada beberapa kebudayaan di dunia, termasuk diantaranya pada beberapa suku
Indian Amerika Tengah, dan kaum Thracia dari daerah Bulgaria, kelahiran
disambut dengan kesedihan sementara kematian disambut dengan kegembiraan.

Ketika seorang bayi baru lahir, maka keluarganya akan duduk mengelilingi sang bayi sambil meratapi kesusahan-kesusahan yang akan dialami sang bayi di masa hidupnya. Sebaliknya, saat menghadiri kematian, para tamu yang hadir
justru tertawa dan melawak di hadapan orang yang meninggal, karena mereka
percaya bahwa orang yang mati sedang menuju negeri kebahagiaan. Terkadang,
istri atau hewan favorit milik yang mati ikut dibunuh, sehingga mereka pun
dapat turut bersama berbahagia di alam baka
Read More......

Kelinci Sakti


Se-ekor kelinci sedang duduk santai di tepi pantai,
Tiba tiba datang se-ekor rubah jantan besar yang
hendak memangsanya, Lalu kelinci itu berkata: "Kalau
memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam
lubang kelinci, Yang kalah akan jadi santapan yang
menang, dan saya yakin saya akan menang."


Sang Rubah jantan merasa tertantang,"dimanapun jadi,
Masa sih kelinci bisa menang melawan aku ?" Merekapun
masuk ke dalam sarang kelinci, Sepuluh menit kemudian
sang kelinci keluar sambil menggenggam Setangkai paha
rubah dan melahapnya dengan nikmat.

Sang Kelinci kembali bersantai,Sambil memakai kaca
mata hitam dan topi pantai Tiba tiba datang se-ekor
serigala besar yang hendak memangsanya, Lalu kelinci
berkata :" Kalau memang kamu berani, hayo kita
berkelahi di dalam lubang kelinci,Yang kalah akan jadi
santapan yang menang, dan saya yakin saya akan
menang."Sang serigala merasa tertantang, " dimanapun
jadi, Masa sih kelinci bisa menang melawan aku ?"

Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci, Lima belas
menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam
Setangkai paha serigala dan melahapnya dengan nikmat.

Sang kelinci kembali bersantai, Sambil memasang payung
pantai dan merebahkan diri diatas pasir, Tiba tiba
datang se-ekor beruang besar yang hendak memangsanya,
Lalu kelinci berkata :" Kalau memang kamu berani, hayo
kita berkelahi di dalam lubang kelinci,Yang kalah akan
jadi santapan yang menang, dan saya yakin saya akan
menang."Sang Beruang merasa tertantang, " dimanapun
jadi, Masa sih kelinci bisa menang melawan aku ?"
Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci, Tiga puluh
menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam
Setangkai paha Beruang dan melahapnya dengan nikmat.

Pohon kelapa melambai lambai, Lembayung senja sudah
tiba, habis sudah waktu bersantai, Sang Kelinci
melongok kedalam lubang kelinci, sambil melambai "Hai,
keluar, sudah sore, besok kita teruskan !!"

Keluarlah se-ekor harimau dari lubang itu, sangat
besar badannya. Sambil menguap Harimau berkata "
Kerjasama kita sukses hari ini, kita makan kenyang Dan
saya tidak perlu berlari mengejar kencang."

Nb.
Winner selalu berfikir mengenai kerja sama, sementara
Looser selalu berfikir bagaimana menjadi tokoh yang
paling berjaya.

Untuk membentuk ikatan ukhuwah harus ada kerendahan
hati dan keikhlasan bekerja sama: (MESKIPUN) DENGAN
SESEORANG YANG KELIHATANNYA TIDAK LEBIH BAIK DARI KITA
Read More......

Bangunan dan Penduduknya


Seorang raja berhasil membangunkan kota dengan segala keperluannya yang cukup megah. Kemudian raja itu mengundang rakyatnya untuk berpesta ria menyaksikan kota itu. Pada setiap pintu, penjaga diperintahkan untuk menanyai setiap pengunjung adakah cela dan kekurangan kota yang dibangunnya itu.
Hampir seluruh orang yang ditanyai tidak ada cacat dan celanya. Tetapi ada sebahagian pengunjung yang menjawabnya bahwa kota itu mengandungi dua cacat celanya. Sesuai dengan perintah raja, mereka ditahan untuk dihadapkan kepada raja.


"Apa lagi cacat dan cela kota ini?" tanya raja.
"Kota itu akan rosak dan pemiliknya akan mati." Jawab orang itu. Tanya raja, "Apakah ada kota yang tidak akan rosak dan pemiliknya tidak akan mati?"
"Ada. Bangunan yang tidak boleh rosak selamanya dan pemiliknya tidak akan mati." Jawab mereka.
"Segera katakan apakah itu." Desak raja.
"Syurga dan Allah pemiliknya," jawabnya tegas.
Mendengar cerita tentang syurga dan segala keindahannya itu, sang raja menjadi tertarik dan merinduinya. Apa lagi ketika mereka menceritakan tentang keadaan neraka dan azabnya bagi manusia yang sombong dan ingin menandingi Tuhan. Ketika mereka mengajak raja kembali ke jalan Allah, raja itu pun ikhlas mengikutinya. Ditinggalkan segala kemegahan kerajaannya dan jadilah ia hamba yang taat dan beribadah kepada Allah
Read More......

Dua Ekor Singa


Suatu sore di tengah telaga, terlihat dua orang yang sedang memancing.
Tampaknya, ada ayah dan anak yang sedang menghabiskan waktu mereka disana.
Dengan perahu kecil, keduanya sibuk mengatur joran dan umpan. Air telaga
bergoyang perlahan, membentuk riak-riak air. Gelombangnya mengalun menuju
tepian, menyentuh sayap-sayap angsa yang sedang berjalan beriringan. Suasana
begitu tenang, hingga terdengar sebuah percakapan.


"Ayah."
"Hmm..ya.." Sang ayah menjawab pelan. Matanya tetap tertuju pada ujung
kailnya yang terjulur. "Beberapa malam ini," ucap sang anak, "aku bermimpi
aneh. Dalam mimpiku, ada dua ekor singa yang tampak sedang berkelahi dalam
hatiku. Gigi-gigi mereka, terlihat runcing dan tajam. Keduanya sibuk
mencakar dan menggeram, seperti saling ingin menerkam. Mereka tampak ingin
saling menjatuhkan."

Anak muda ini terdiam sesaat. Lalu, mulai melanjutkan cerita, "singa yang
pertama, terlihat baik dan tenang. Geraknya perlahan namun pasti. Badannya
pun kokoh dan bulunya teratur. Walaupun suaranya keras, tapi terdengar
menenangkan buatku."

Ayah mulai menolehkan kepala, dan meletakkan pancingnya di pinggir haluan.
"Tapi, Ayah, singa yang satu lagi tampak menakutkan buatku. Geraknya tak
beraturan, sibuk menerjang kesana-kemari. Punggungnya pun kotor, dan bulu
yang koyak. Suaranya parau dan menyakitkan.

"Aku bingung, apakah maksud dari mimpi ini. Apakah singa-singa itu adalah
gambaran dari sifat-sifat baik dan buruk yang aku punya? Lalu, singa yang
mana yang akan memenangkan pertarungan itu, karena sepertinya mereka
sama-sama kuat?

Melihat anaknya yang baru beranjak dewasa itu bingung, sang Ayah mulai
angkat bicara. Dipegangnya punggung pemuda gagah di depannya. Sambil
tersenyum, ayah berkata, "pemenangnya adalah, yang paling sering kamu beri
makan."

Ayah kembali tersenyum, dan mengambil pancingnya. Lalu, dengan satu hentakan
kuat, di lontarkannya ujung kail itu ke tengah telaga. Tercipta kembali
pusaran-pusaran air yang tampak membesar. Gelombang riak itu kembali menerpa
sayap-sayap angsa putih di tepian telaga.

***
Teman, begitulah. Setiap diri kita, punya dua ekor "singa" yang selalu
bersaing. Keduanya, memang selalu saling menjatuhkan. Mereka berusaha untuk
menjadi pemimpin bagi yang lainnya. Pertarungan diantara mereka, tak pernah
tuntas, karena bisa jadi sering terjadi pergantian pemenang bagi keduanya.
Kalah-menang, dalam persaingan macam ini, layaknya mata koin yang selalu
berganti-ganti. Dan kita sering dibuat bingung, sebab kedua kekuatan
baik-buruk ini terlihat sama kuatnya.

Tapi, siapakah pemenangnya saat ini dalam diri Anda? Singa yang kokoh,
dengan bulu-bulu yang teratur, dan gerakan yang mantap serta pasti, ataukah
singa yang sibuk menerjang kesana kemari, dengan bulu-bulu yang koyak, dan
seringai yang menakutkan? Lalu, singa macam apa yang kini sedang menguasai
Anda, "singa" yang optimis, pantang menyerah, tekun, sabar, damai, rendah
hati, dan toleran, ataukah "singa" yang pesimis, tertekan, mudah menyerah,
sombong dan penuh dengki?

Saya percaya, kita sendirilah yang menentukan kemenangan bagi kedua
singa-singa itu. Jika kita sering memberi "makan" pada singa yang damai
tadi, maka imbalan kebaikanlah yang akan kita dapatkan. Jika kita terbiasa
untuk memupuk optimis dan pantang menyerah, maka "singa" keberhasilan lah
yang akan kita peroleh. Namun sebaliknya, jika setiap saat kita memendam
marah, menebar prasangka dan dengki, bersikap tak sabar dan mudah menyerah,
maka, akan jelaslah "singa" macam apa yang jadi pemenangnya.

Teman, biarkan "singa-singa" penuh semangat hadir dalam jiwa Anda. Rawatlah
singa-singa itu dengan keluhuran budi, dan kebersihan nurani. Susunlah
bulu-bulu kedamaiannya, cermati terus rahang persahabatannya. Perkuat
punggung optimisnya, dan pertajam selalu kuku-kuku kesabaran miliknya.
Biarkan singa ini yang jadi pemenang.

Namun, jangan biarkan "singa-singa" pemarah menguasai pikiran Anda. Jangan
pernah berikan kesempatan bagi kedengkian itu untuk membesar, dan menjadi
penghalang keberhasilan. Jangan biarkan rasa pesimis, jiwa yang gundah, tak
sabar dan rendah diri menjadi pemimpin bagi Anda.

Saya percaya, imbalan yang kita peroleh, adalah gambaran dari apa yang kita
berikan hari ini. Lalu, singa mana yang akan Anda beri makan hari ini?
Read More......