Sabtu, 19 Juli 2008

Kentang


Suatu ketika, ada seorang guru yang meminta murid-muridnya
untuk membawa satu kantung plastik bening ke sekolah. Lalu,
ia meminta setiap anak untuk memasukkan beberapa kentang di dalamnya.
Setiap anak, diminta untuk memasukkan sebuah kentang, untuk setiap
orang yang tak mau mereka maafkan.

Mereka diminta untuk menuliskan nama orang itu, dan mencantumkan
tanggal di dalamnya. Ada beberapa anak yang memiliki kantung
yang ringan, walau banyak juga yang memiliki plastik kelebihan beban.

Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam.
Kemana saja, harus mereka bawa, selama satu minggu penuh. Kantung itu,
harus ada di sisi mereka kala tidur, diletakkan di meja saat belajar,
dan ditenteng saat berjalan.


Lama-kelamaan kondisi kentang itu makin tak menentu. Banyak dari
kentang itu yang membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir
semua anak mengeluh dengan pekerjaan ini. Akhirnya, waktu satu minggu
itu selesai.

Dari semua anak, agaknya banyak yang memilih untuk membuangnya
daripada menyimpannya terus menerus.

Pekerjaan ini, setidaknya, memberikan hikmah spiritual yang besar
sekali buat anak-anak. Suka-duka saat membawa-bawa kantung yang berat,
akan menjelaskan pada mereka, bahwa, membawa beban itu, sesungguhnya
sangat tidak menyenangkan. Memaafkan, sebenarnya, adalah pekerjaan
yang lebih mudah, daripada membawa semua beban itu kemana saja kita
melangkah.

Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang harus kita
bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan, dan dendam yang kita
genggam terus menerus. Getir, berat, dan merupakan aroma yang tak
sedap, bisa jadi, itulah nilai yang akan kita dapatkan saat memendam
amarah dan kebencian.

Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita
beri maaf. Namun, kita harus kembali belajar, bahwa, pemberian itu,
adalah juga hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah, untuk sebuah
kebebasan.

Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedengKian
hati.

0 komentar:

Posting Komentar